Kritik dan saran dapat dialamatkan ke email :patroli_bangsa@yahoo.co.id

03/02/13

Wali Kota Depok Penghambat Pengurusan Perijinan

DEPOK - Kendati pemohon ingin menggeluarkan uang untuk membayar pajak restribusi Izin Mendirikan Bangunan IMB, bahwa itu merupakan kewajiban sebagai masyarakat untuk mendukung pembangunan sesuai Undang-Undang, namun masih saja dipersulit. Kerena memohon IMB saja sudah lebih dari satu tahun tidak terselesaikan, “Jadi ini hal yang pantas disebut Kota terpuruk dan terkorup. Kerena disebabkan biang penghambat dalam pengurusan perijinan tersebut adalah justru Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail sendiri,” kata pemegang surat kuasa pemohon IMB, Johny Ngampas (51), kepada sejumlah media baru-baru ini, di Balaikota. Dia mengungkapkan, Ir.Saibun Sinaga, sebagai pemilik tanah dan bangunan seluas 2,4 Hektar, diwilayah Kelurahan Depok, pada saat itu sedang berada di luar negri. Maka memberikan surat kuasa kepadanya, Johny Ngampas, untuk mengurus permohonan IMB pembangunan rumah pribadinya, pada bulan Oktober 2012,” ungkapnya. Johny mengakui, menerima surat kuasa dari pemohon pada Oktober 2012. Ternyata sebelumnya sudah ada yang mengurus IMB tersebut dari Februari 2012 sampai Oktober 2012, namun belum berhasil karena wali kota Depok Nur Mahmudi tidak menandatangani tanpa alasan apapun. Padahal pemohon sudah cukup menggeluarkan uang cukup banyak, sekitar Rp10 juta, untuk menyetor ke orang-orang dalam BP2TMP, agar mempelancar proses pembayaran pajak IMB. “Maka setelah mendapat surat kuasa dari Pemohon IMB. Langsung menemui ajudan Wali Kota, Tafi. setelah pertemuan tersebut, Tafi meminta foto copy surat kuasa tersebut. Selanjutnya, saya disuruh menunggu sampai ada telepon dari pihak pemkot Depok, dua hari kemudian, dia dihubungi oleh pihak pemkot Depok untuk audensi dengan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail,” kilahnya. Johny menerangkan, saat itu Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail tidak mempermasalahkan surat kuasa dari pemohon IMB kepadanya. Sebab adapun persyaratan yang diminta sudah dilengkapi. Sorenya, Johny menanyakan kepada ajudan Wali Kota rekannya Tafi, yakni Jaka, dan mengatakan, ''bahwa berkasnya sudah di tandatangani oleh Wali Kota" dan dipersilahkan menanyakan ke badan perijinan Depok, BP2TMP, ternyata berkasnya belum dikirim ke BP2TMP,” ketusnya. Kembali ia menanyakan ke ajudan wali kota, papar Johny, namun Jaka menjawab, ketika Jaka konfirmasi dengan Kepala Dinas BP2TMP, Sri Utomo, mengatakan, bahwa pak wali masih menginginkan pemohon langsung yang datang kapanpun waktunya bisa diatur," paparnya menirukan pengakuan Jaka. Johny menjelaskan, pernah menghadap Kadis BP2TMP, Sri Utomo, bahkan Sri akan membantu untuk pengurusan IMB tersebut. Nanti berkas yang sudah ditandatangani wali kota, akan menghubunginya. Namun hingga saat ini belum juga ada kabar beritanya,” jelasnya kecewa. Johny sangat menyayangkan prilaku dan sikap walikota Depok Nur Mahmudi Ismail. Bahkan info yang beredar, jika mau lancar IMB nya ditandatanggani Walikota , “maka pemohon harus menyerahkan sejumlah uang yang diminta dengan melalui para ajudanya, yakni, Tafi yang tidak lain adalah adik iparnya walikota sendiri. Sebaliknya kalau tidak menyetor sejumlah uang jangan harap IMB nya akan ditandatanggani Walikota,” ucap dia. Johny sangat menyayangkan sikap dan prilaku walikota Depok Nur Mahmudi Ismail. Johny berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki serta menjebak seluruh ajudan wali kota hingga kepada pegawai dibagian perizinan. "Kroni-kroni terdekat wali kota baik dalam pengurusan perizinan maupun dalam urusan tender-tender proyek diduga bertugas mengumpulkan uang. Wali Kota Depok menerima setoran illegal dari masyarakat untuk kantong pribadinya," imbuhnya. Sama halnya dikatakan dengan Mulyono, warga Depok lainnya, mengalami persoalan serupa dalam pengurusan IMB tersebut. "Hampir setahun saya mengurus IMB, tapi sampai sekarang tidak jadi-jadi, bahkan saya dilempar kesana kesini, tidak jelas maunya apa Pemkot Depok?. Saya dapat jawaban justru Pak Wali kota lah yang menghambatnya," ketusnya. Bukan itu saja, kejadian yang sama juga dialami Edo, pemegang surat kuasa pengurusan ijin peningkatan usaha Duta Residence (DR), megeluhkan, ini semua kendalannya justru ada di Wali kota. Terbukti pihaknya bermaksud ingin menggembangkan usaha dengan mengajukan permohonan peningkatan ijin usaha dari rumah kontrakan menjadi hotel selama tiga tahun tidak pernah ditanggapi Pemkot Depok, dengan alasan lingkungan tidak kondusif, padahal warga sekitar tidak mepermasalahkannya," keluhnya.(RS)